Sebagai Ibu sudah pasti kita tidak akan terpisah dengan
anak-anak karena tugas utama Ibu adalah mengasuh anak. Ada beberapa hal yang
harus kita waspadai saat anak kita masih kecil, yakni perkara najis air
kencing.
Saat masih kecil anak tak akan bilang bahwa ia ingin
pipis. Begitu terasa ia akan pipis tanpa peduli dimana dan dalam kondisi apa.
Sehingga sebagai Ibu kita harus mempersiapkan segala cara agar air kencing si
kecil tidak berhamburan kemana-mana.
Di zaman modern ini, sebagian Ibu mengambil cara praktis
dengan memakaikan pampers terhadap anak mereka sehingga aman dari najis. Namun
dengan beberapa alasan tidak semua Ibu menggunakan cara itu. Oleh karenanya
kita sebagai Ibu bertanggung jawab penuh terhadap kebersihan rumah dari najis
karena ini berkaitan dengan sah dan tidaknya ibadah yang kita lakukan nantinya.
Membahas mengenai kencing bayi
laki-laki dan perempuan, maka untuk pensuciannya ternyata dibedakan dalam
syari’at Islam. Ini berlaku untuk bayi yang
menjadikan Air Susu Ibu (ASI) sebagai kebutuhannya, belum menjadikan makanan
sebagai konsumsi pokok. Kencing bayi laki-laki cukup diperciki sedangkan bayi
perempuan harus dicuci sebagaimana kencing lainnya.
Dari Abu As Samh, radhiyallahu‘anhu, ia
berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ
الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
“Kencing bayi perempuan itu
dicuci, sedangkan bayi laki-laki diperciki.” (HR. Abu Daud no. 376
dan An Nasai no. 305. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Yang dimaksud ‘jariyah’ dalam
hadits di atas adalah bayi perempuan yang masih dalam masa menyusui. Sedangkan
‘ghulam’ yang dimaksud adalah untuk anak laki-laki
hingga berusia baligh, namun kadang juga dimaksudkan untuk bayi laki-laki yang
masih menyusui.
Adapun yang dimaksud ‘yughsalu’ adalah
membanjiri air pada pakaian yang terkena kencing. Inilah yang diperlakukan pada
bekas kencing bayi perempuan. Sedangkan bayi laki-laki cukup diperciki atau
disebut dalam hadits dengan ‘yurosysyu’, dalam
lafazh lain disebutkan dengan ‘yundhohu’, juga
sama artinya diperciki. Maksud diperciki di sini adalah tidak membuat sampai
air tersebut mengalir. Demikian keterangan dalam Minhatul ‘Allam, 1: 124 karya Syaikh ‘Abdullah Al
Fauzan.
Untuk para ibu yang memiliki bayi, harus dipahami bahwa
air kencing bayi hukumnya najis tanpa membedakan bayi laki-laki atau perempuan,
menyusu atau sudah disapih, hanya minum ASI atau sudah makan makanan lain. Yang
berbeda adalah kategorinya. Air kencing bayi laki-laki termasuk najis
mukhoffafah sedang air kencing bayi perempuan termasuk najis mutawassitoh.
Air kencing bayi laki-laki ini berhukum najis mukhoffafah
ketika si bayi masih menyusu dan hanya minum ASI tanpa makan makanan lain.
Sedangkan ketika telah makan makanan lain seperti susu formula, bubur, kurma
atau jenis makanan lain selain ASI, maka hukumnya menjadi najis mutawassitoh.
Hal ini
sebagaimana tertuang dalam beberapa hadits Rasulullah saw berikut: “Dari
Ummu Kurzi Al Khuza’iyyah berkata, “Nabi saw didatangkan kepada beliau seorang
bayi laki laki yang kemudian mengencinginya, beliau lalu memerintahkan untuk
memercikinya, lantas sisa kencingnya itu pun diperciki air. Dan didatangkan
kepada beliau pula seorang bayi perempuan, ketika bayi itu mengencinginya,
beliau memerintahkan untuk mencucinya,.” (H.R.Ahmad)
“Dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa dia datang menemui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang masih kecil
dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak kecil itu dalam
pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau kemudian
minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya.” (H.R.Bukhari)
Dari hadist di atas, maka kita (khususnya para Ibu) harus
berhati-hati dalam membersihkan dan menyucikan air kencing anak. Ketika anak
kita laki-laki dan belum makan makanan lain selain ASI, maka cara membersihkan
najisnya cukup dengan memercikkan air pada bagian yang kena air kencing dengan
tanpa membasuh atau mencucinya. Meski masih tersisa bau, rasa maupun warnanya,
najis itu sudah suci dan sah untuk melakukan ibadah. Sedangkan untuk air
kencing anak perempuan, kita perlu mencucinya sampai hilang bau, rasa dan
warnanya agar suci dan sah untuk beribadah.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita semua,
terutama yang sedang punya anak yang masih bayi.
Sumber referensi :
ummi-online.com
rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar