Selasa, 05 September 2017

Apakah Air Kencing Bayi Itu Najis?

Sebagai Ibu sudah pasti kita tidak akan terpisah dengan anak-anak karena tugas utama Ibu adalah mengasuh anak. Ada beberapa hal yang harus kita waspadai saat anak kita masih kecil, yakni perkara najis air kencing.
Saat masih kecil anak tak akan bilang bahwa ia ingin pipis. Begitu terasa ia akan pipis tanpa peduli dimana dan dalam kondisi apa. Sehingga sebagai Ibu kita harus mempersiapkan segala cara agar air kencing si kecil tidak berhamburan kemana-mana.
Di zaman modern ini, sebagian Ibu mengambil cara praktis dengan memakaikan pampers terhadap anak mereka sehingga aman dari najis. Namun dengan beberapa alasan tidak semua Ibu menggunakan cara itu. Oleh karenanya kita sebagai Ibu bertanggung jawab penuh terhadap kebersihan rumah dari najis karena ini berkaitan dengan sah dan tidaknya ibadah yang kita lakukan nantinya.

Membahas mengenai kencing bayi laki-laki dan perempuan, maka untuk pensuciannya ternyata dibedakan dalam syari’at Islam. Ini berlaku untuk bayi yang menjadikan Air Susu Ibu (ASI) sebagai kebutuhannya, belum menjadikan makanan sebagai konsumsi pokok. Kencing bayi laki-laki cukup diperciki sedangkan bayi perempuan harus dicuci sebagaimana kencing lainnya.
Dari Abu As Samh, radhiyallahu‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
Kencing bayi perempuan itu dicuci, sedangkan bayi laki-laki diperciki.” (HR. Abu Daud no. 376 dan An Nasai no. 305. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Yang dimaksud ‘jariyah’ dalam hadits di atas adalah bayi perempuan yang masih dalam masa menyusui. Sedangkan ‘ghulam’ yang dimaksud adalah untuk anak laki-laki hingga berusia baligh, namun kadang juga dimaksudkan untuk bayi laki-laki yang masih menyusui.
Adapun yang dimaksud ‘yughsalu’ adalah membanjiri air pada pakaian yang terkena kencing. Inilah yang diperlakukan pada bekas kencing bayi perempuan. Sedangkan bayi laki-laki cukup diperciki atau disebut dalam hadits dengan ‘yurosysyu’, dalam lafazh lain disebutkan dengan ‘yundhohu’, juga sama artinya diperciki. Maksud diperciki di sini adalah tidak membuat sampai air tersebut mengalir. Demikian keterangan dalam Minhatul ‘Allam, 1: 124 karya Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan.
Untuk para ibu yang memiliki bayi, harus dipahami bahwa air kencing bayi hukumnya najis tanpa membedakan bayi laki-laki atau perempuan, menyusu atau sudah disapih, hanya minum ASI atau sudah makan makanan lain. Yang berbeda adalah kategorinya. Air kencing bayi laki-laki termasuk najis mukhoffafah sedang air kencing bayi perempuan termasuk najis mutawassitoh.
Air kencing bayi laki-laki ini berhukum najis mukhoffafah ketika si bayi masih menyusu dan hanya minum ASI tanpa makan makanan lain. Sedangkan ketika telah makan makanan lain seperti susu formula, bubur, kurma atau jenis makanan lain selain ASI, maka hukumnya menjadi najis mutawassitoh.
 Hal ini sebagaimana tertuang dalam beberapa hadits Rasulullah saw berikut: “Dari Ummu Kurzi Al Khuza’iyyah berkata, “Nabi saw didatangkan kepada beliau seorang bayi laki laki yang kemudian mengencinginya, beliau lalu memerintahkan untuk memercikinya, lantas sisa kencingnya itu pun diperciki air. Dan didatangkan kepada beliau pula seorang bayi perempuan, ketika bayi itu mengencinginya, beliau memerintahkan untuk mencucinya,.” (H.R.Ahmad)
“Dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa dia datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya.” (H.R.Bukhari)
Dari hadist di atas, maka kita (khususnya para Ibu) harus berhati-hati dalam membersihkan dan menyucikan air kencing anak. Ketika anak kita laki-laki dan belum makan makanan lain selain ASI, maka cara membersihkan najisnya cukup dengan memercikkan air pada bagian yang kena air kencing dengan tanpa membasuh atau mencucinya. Meski masih tersisa bau, rasa maupun warnanya, najis itu sudah suci dan sah untuk melakukan ibadah. Sedangkan untuk air kencing anak perempuan, kita perlu mencucinya sampai hilang bau, rasa dan warnanya agar suci dan sah untuk beribadah.
          Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita semua, terutama yang sedang punya anak yang masih bayi.


Sumber referensi :
ummi-online.com
rumaysho.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar